Pajak Ku Untuk Negri Ku
Menurut
Prof. Dr. Adriani. Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang dapat
dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan
Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah. Sedangkan Pengertian
Pajak menurut Pasal 1, Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dimana dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat.
Berdasarkan definisi diatas, dapat kita simpulkan,
bahwasannya pajak adalah iuran masyrakat atau badan yang bersifat memaksa kepada
Negara yang akan dipakai untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Namun dalam
praktek nya, apakah sudah benar penggunaan “uang rakyat” tersebut oleh
pemerintah? Dan apakah kita, sebagai masyarakat yang menuntut hak nya sudah
benar dalam hal membayar iuran tersebut?
Mari kita lihat dari sudut pandang masyarakat yang
menuntut hak nya kepada pemerintah tentang kesejahteraan. Ketika saya bertanya
kepada salah seorang teman saya yang sudah bekerja tentang kenapa dia tidak mau
membayar pajak, teman saya menjawab dengan santainya “ah, pajak itu juga nanti
dimakan sama pemerintah”. Mengingat hal tersebut, saya langsung prihatin dengan
keadaan negeri ini yang kental dengan budaya korupsi. Sudah bukan hal yang
mengagetkan lagi ketika kita melihat kasus korupsi di kalangan pejabat. Bahkan,
masyarakat pun mengecap semua anggota pemerintahan yang memegang kuasa di cap
sebagai koruptor, padahal belum tentu demikian. Bagaimana tidak, data yang saya
ambil dari http://acch.kpk.go.id/ sebuah portal web
(acch.kpk.go.id) yang dikembangkan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK)
sebagai wadah online yang berisi data dan informasi publik mengenai antikorupsi menyatakan penindakan Per 27 Februari 2015, di tahun 2015 ini KPK melakukan penyelidikan
19 perkara, penyidikan 8 perkara, penuntutan 4 perkara, inkracht 4 perkara, dan
eksekusi 5 perkara. Sementara itu, total penanganan perkara tindak pidana
korupsi dari tahun 2004-2015 adalah penyelidikan 684 perkara, penyidikan 419
perkara, penuntutan 326 perkara, inkracht 287 perkara, dan eksekusi 300
perkara.
Tentu
saja hal ini menghilangkan rasa percaya yang ada pada masyarakat terhadap
kinerja pemerintah, dan tentu nya amanah yang telah di berikan kepada
pemerintah telah di sia-sia kan. Sebut saja salah satu kasus yang paling
fenomenal dan sulit untuk kita lupakan yaitu kasus Gayus Tambunan. Pegawai Dirjen Pajak, 2001-2010 ini tertanggal
1 Maret 2012, setelah melewati berbagai sidang, akhirnya dijerat dengan pasal
berlapis ketika jaksa penuntut umum menuntut Gayus dengan empat dakwaan
sekaligus. Dalam dakwaan pertama, ia dijerat pasal UU Nomor 21 Tahun 2000, ia
diduga menerima suap senilai Rp 925 juta dari Roberto Santonius dan Rp 35
milyar dari Alif Kuncoro terkait pengurusan sunset policy PT. Kaltim Prima
Coalt, PT. Bumi Resources, dan PT. Arutmin. Kasus korupsi merupakan satu dari berbagai faktor
yang membuat masayarakat enggan membayar pajak. Faktor-faktor lainnya seperti
masyarakat yang tidak tahu cara pembayaran dan perhitungan pajak yang dianggap
sebagian besar masyrakat sulit untuk mengurus dan menghitungnya. Lalu salah
kah masyarakat yang mulai enggan dengan membayar pajak?
Lalu kita
lihat dari sudut pandang pemerintah. APBN yang
didapat dari penerimaan perpajakan, penerimaan bukan pajak dan hibah digunakan
untuk belanja negara dan pembiayaan lainnya. belanja negara dalam tahun 2011
ditetapkan sebesar Rp1.229,6 triliun. Jumlah itu terdiri atas belanja
pemerintah pusat Rp836,6 triliun dan transfer ke daerah Rp393,0 triliun. Menurut
jenis belanja, belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja pegawai Rp180,6
triliun, belanja barang Rp132,4 triliun, belanja modal Rp121,9 triliun,
pembayaran bunga utang Rp115,2 triliun, subsidi sebesar Rp187,6 triliun,
belanja hibah Rp771,3 miliar, bantuan sosial Rp61,0 triliun, dan belanja
lain-lain Rp15,3 triliun. Subsidi sebesar Rp187,6 triliun terdiri atas subsidi energi
sebesar Rp136,6 triliun, subsidi listrik Rp40,7 triliun dan subsidi non energi
Rp51,0 triliun. “Subsidi non energi terdiri atas subsidi pangan Rp15,3 triliun,
subsidi pupuk Rp16,4 triliun, subsidi benih Rp120,3 miliar, subsidi/bantuan PSO
sebesar Rp1,9 triliun dan subsidi pajak ditanggung pemerintah sebesar Rp14,8
triliun,
Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan, bahwa Peranan pajak sangat besar sekali dalam kehidupan ekonomi
suatu negara, selain sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga dapat
digunakan sebagai alat pengaturan pendapatan masyarakat. Pemerataan pendapatan
masyarakat dapat terjadi apabila negara menerapkan pajak yang semakin besar
kepada seseorang atau badan usaha, apabila pendapatannya tersebut juga semakin
besar, begitu juga sebaliknya.
Contoh lain
peranan pajak adalah pada pajak impor yang bertujuan agar harga barang impor
lebih mahal jika dibandingkan dengan harga barang produk dalam negeri, demikian
juga pajak ekspor yang rendah, bertujuan untuk memberikan daya saing barang
ekspor dengan barang lain dalam perdagangan internasional. Pajak juga dapat
dijadikan negara sebagai alat dana pembangunan (pembangunan jalan umum,
pembangunan pasar, pembangunan fasilitas umu, dan lain sebagainya).
Selain itu,
fungsi pajak terabagi atas :
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan
pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah
ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor
pajak.
·
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur
pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal,
baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas
keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah
memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif
dan efisien.
·
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga
untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Permasalahannya
adalah, bagaimana jika masyarakat tidak sadar akan pajak? Akan kah Negara ini
akan tetap beroprasi jika masyarakat tidak sadar akan pajak?
Tentu saja pribadi setiap orang yang ada di Negara ini
memiliki peran serta tanggung jawab yang sama untuk terus mempertahankan Negara
kita. Dengan membayar pajak merupakan bentuk dari dukungan kita serta upaya
kita agar kesejahteraan yang diinginkan setiap orang akan tercapai. Dengan membayar
pajak sama artinya kita mensejahterkan diri kita sendiri.
Lalu bagaimana dengan dengan para koruptor yang
memperkaya diri mereka sendiri dengan uang amanat rakyat tersebut? Apakah anda
telah menyimak kasus-kasus yang telah diselesaikan oleh KPK yang data nya saya
ambil dari http://acch.kpk.go.id/ tadi? Pertanggal 27
februari 2015 sebanyak 684 perkara, KPK telah mengeksekusi 300 perkara. Artinya
Negara kita telah mengambil langkah yang benar untuk menyelamatkan uang rakyat.
Selasa, 17 Pebruari 2015 Oleh Partomuan
Transparanter Juniult, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak menyatakan penerimaan
pajak (tidak termasuk penerimaan cukai, migas, dan PNBP) di tahun 2015
ditargetkan untuk berkontribusi sebesar 70% terhadap total penerimaan negara.
Kontribusi ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata kontribusi penerimaan
pajak selama 5 tahun terakhir yang berkisar 55%-60% terhadap total penerimaan
negara. Peningkatan kontribusi penerimaan pajak ditargetkan seiring dengan
rencana pemerintah menurunkan defisit anggaran dari 2.4% (terhadap PDB) di 2014
menjadi 1.9% di 2015.
Dari sudut
yang berbeda, kita dapat melihat target penerimaan pajak Rp 1.244,7 triliun
sebagai sebuah peningkatan sebesar 38.6% dari realisasi penerimaan tahun 2014
(Rp 897 triliun). Lonjakan tersebut adalah sebuah angka di luar pertumbuhan
natural penerimaan pajak mengingat bahwa beberapa tahun terakhir
rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak adalah 15.73% dan diiringi dengan rata-rata
pertumbuhan PDB nominal sebesar 15.40%.
Pertumbuhan
tertinggi penerimaan pajak dicapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 29.27% dimana
saat itu PDB juga bertumbuh sebesar 25.25%. Dari kedua sudut pandang di atas,
kita dapat memahami betapa besarnya tantangan bagi DJP di tahun 2015 ini.
Dari pernyataan
diatas, dapat kita simpulkan, untuk menyadarkan serta meyakinkan masyrakat Indonesia
untuk sadar akan pajak adalah bukan hanya tugas Pemerintah dan Direktorat
Jendral Pajak, melainkan juga tugas masyarakat Indonesia yang harus nya saling
mengingatkan. Budaya “malu jika tidak membayar pajak” harus mulai dibangun. Untuk
Indonesia yang lebih maju, Indonesia yang sejahtera dan Indonesia yang mencapai
kesetaraan. Pajak Ku Untuk Negri Ku
Daftar Pustaka
http://www.pajak.go.id/
akses tanggal 22 maret 2015
http://www.galeripustaka.com/
akses tanggal 22 maret 2015
http://acch.kpk.go.id/
akses tanggal 22 maret 2015
Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar
Singkat Hukum Pajak.
Bandung: Eresco.
http://id.wikipedia.org/
akses tanggal 22 maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar